Seorang warga negara Swedia sedang menunggu kereta untuk pulang ke rumah setelah pulang kerja. Dia telah membeli Burger untuk makan malamnya, dan ini adalah fotonya setelah diminta untuk berpose untuk foto. Nama warga negara ini adalah Elva Johansson dan pekerjaannya adalah Menteri Tenaga Kerja di Swedia.
Tidak ada iring-iringan mobil patwal menyertainya, dia tidak memiliki barisan pengawal. Dia bahkan tidak memiliki pembantu atau asisten. Swedia adalah negara yang kaya dan maju, namun mereka menunjukkan disiplin yang tinggi dalam penggunaan dana publik!
Negara-negara berkembang dapat belajar dari Ibu ini dalam menggunakan uang pembayar pajak…!
Bandingkan dg para pejabat sombong di negeri Wakanda yg tanpa malu menghamburkan uang pajak rakyat. Baik untuk proyek yg penuh manipulasi dan tanpa malu hidup mewah dan korup di hadapan rakyat miskin yg menggaji mereka.
Saya teringat dgn Umar bin Abdul Aziz, khalifah yg berhasil menyejahterakan rakyatnya hanya dalam 2-3 tahun sehingga tidak ada lagi penerima zakat apalagi BLT. Dia hidup dg gaji hanya 2 dirham (120 ribu Rupiah) perhari, setara UMR rata-rata Indonesia. Bahkan sebelum dilantik menjadi khalifah, dia menyerahkan hartanya ke Baytul Mal, dan menjalani hidup sederhana karena tenggang rasa dan malu di hadapan rakyatnya yg belum sejahtera.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz lahir tahun 63 Hijrah (684 M) dan wafat tahun 101 Hijriyah (720M) karyanya sangat mengagumkan dan banyak kisah-kisah menarik tentang dirinya.
Dikisahkan, suatu malam, Umar bin Abdul Aziz terlihat sibuk merampungkan sejumlah tugas di ruang kerja istananya. Tiba-tiba putranya masuk ke ruangan bermaksud hendak membicarakan sesuatu.
“Untuk urusan apa putraku datang ke sini, urusan negarakah atau keluargakah?” tanya Umar.
“Urusan keluarga, ayahanda,” jawab sang putra.
Tiba-tiba Umar mematikan lampu penerang di atas mejanya. Seketika suasana menjadi gelap. “Kenapa ayah memadamkan lampu itu?” tanya putranya merasa heran.
“Putraku, lampu yang sedang ayah pakai bekerja ini milik negara. Minyak yang digunakan juga dibeli dengan uang negara. Sementara perkara yang akan kita bahas adalah urusan keluarga,” jelas Umar.
Umar kemudian meminta pembantunya mengambil lampu dari ruang dalam. “Nah, sekarang lampu yang kita nyalakan ini adalah milik keluarga kita. Minyaknya pun dibeli dengan uang kita sendiri. Silakan putraku memulai pembicaraan dengan ayah.”


